Analisis Hukum Penarikan Paksa Kendaraan oleh Debt Collector
Arahberita.co.id — Melihat maraknya tindakan debt collector yang menarik paksa kendaraan masyarakat di jalan karena menunggak pembayaran, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Sumatera Selatan melakukan analisis data dan informasi terkait permasalahan tersebut menggunakan Sistem Informasi Penelitian Hukum dan HAM (SIPKUMHAM).
Hadir sebagai narasumber, AKBP Drs Faisol Majid dari Polda Sumatera Selatan menyampaikan pemahaman mengenai hal tersebut dihadapan peserta yang hadir, termasuk dari perwakilan perusahaan leasing dan jual beli kendaraan bermotor.
“Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 18/PUU-XVII/2019, intinya adalah pihak kreditur/leasing dapat menarik kendaraan yang menjadi objek jaminan fidusia jika ada kesepakatan/pengakuan mengenai cedera janji (wanprestasi) serta debitur secara sukarela menyerahkan objek jaminan fidusia,” paparnya.
Secara tegas, Kabag Wasidik Ditreskrimum Polda Sumsel tersebut menjelaskan bahwa jika kedua syarat tersebut tidak terpenuhi dan pihak kreditur/leasing melakukan pengambilan kendaraan secara paksa, baik penagih/debt collector maupun pihak kreditur, dapat diancam telah melakukan perbuatan pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 335 KUHP jo Pasal 55 KUHP (perbuatan tidak menyenangkan) dan atau Pasal 365 KUHP jo Pasal 55 KUHP (pencurian dengan kekerasan).
“Sesuai Keputusan MK, bahwa terhadap jaminan fidusia yang tidak ada kesepakatan tentang cidera janji (wanprestasi) dan debitur keberatan menyerahkan secara sukarela objek yang menjadi jaminan fidusia, maka segala mekanisme dan prosedur hukum dalam pelaksanaan eksekusi Sertifikat Jaminan Fidusia harus dilakukan dan berlaku sama dengan pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap,” jelas AKBP Faisol Majid.
Kepala Bidang HAM Kemenkumham Sumsel, Karyadi menambahkan dari sisi konsumen, jika merasa mulai kesulitan membayar, harus ada itikad baik datang ke kantor pembiayaan. Konsumen bisa menjelaskan permasalahan yang membuat kendala harus menunda pembayaran. Sementara dari sisi leasing jika akan melakukan penarikan juga harus sesuai prosedur.
“Harus melalui surat teguran 1, 2, dan 3. Lalu somasi dalam jangka waktu per tujuh hari. Baru mengirim jasa penagih hutang. Debt Collector harus punya sertifikat penagih, surat tugas dari lembaga pembiayaan. Kalau tidak ada surat tugas, itu ilegal,” tambahnya.
Prosedur penarikan kendaraan bermotor yang kreditnya bermasalah telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. UU tersebut menerangkan bahwa fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
“Kemenkumham Sumsel sendiri sering menerima aduan mengenai permasalahan ini. Kami selaku mediator terus mengupayakan adanya negosiasi antara perusahaan leasing dengan si konsumen. Mereka kami pertemukan dan dilakukan mediasi untuk mencari penyelesaiannya, kalau tidak bisa terpaksa ke aparat penegak hukum,” tutup karyadi.
Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Kepala Subbidang Pengkajian, Penelitian dan Pengembangan Hukum dan HAM, Phuput Mayasari beserta jajaran Kemenkumham Sumsel. (*)